Jl. Margonda No.15, Depok, Jawa Barat 16424 - Indonesia

Strategi Musik di Toko dan Pusat Perbelanjaan untuk Menarik Pengunjung

October 9, 2025

Orang sering mengira daya tarik toko cuma soal harga diskon, pencahayaan yang lembut, atau wangi ruangan yang mahal. Padahal ada hal yang jauh lebih menentukan, dan sering diremehkan yaitu musik. Suara di ruangan adalah psikolog diam-diam yang bisa bikin orang betah atau pengen kabur.

Begitu seseorang melangkah masuk, semua indranya langsung kerja. Mata lihat warna, hidung cium aroma, kulit rasain suhu, dan telinga tangkap nada pertama. Dari semua itu, suara paling cepat mengubah suasana hati. Satu lagu salah putar, niat belanja bisa hilang dalam 10 detik.

Musik dan Perilaku Belanja

Penelitian sudah jelas, musik mengubah cara orang belanja. Tempo cepat bikin mereka jalan lebih cepat, sementara musik pelan bikin mereka berlama-lama. Tapi lama di swalayan tidak otomatis berarti banyak beli. Di sinilah seni bermain di antara ritme dan suasana.

Di butik fashion, musik dengan groove ringan bikin orang nyaman sambil pegang baju tanpa sadar waktunya habis. Di toko buku, musik instrumental pelan bikin otak lebih tenang dan mata fokus. Di supermarket, musik cerah di area buah bisa bikin orang merasa segar, sementara nada lembut di area luxury menambah kesan premium.

Tubuh manusia “bodohnya” mudah dikendalikan musik. Detak jantung, napas, bahkan hormon stres bisa berubah cuma karena beat dan nada. Musik yang salah bukan cuma bikin suasana aneh, tapi bisa bikin orang secara naluriah pengin keluar secepatnya.

Kekeliruan Play Lagu Tanpa Analisis

Sebagian besar toko masih memperlakukan musik seperti filler, kayak air mineral yang penting ada. Playlist diambil dari YouTube, Spotify gratis, atau flashdisk lama dari tahun entah kapan. Hasilnya, suasana mental toko naik turun kayak roller coaster. Dari lagu mellow tiba-tiba lompat ke remix TikTok. Bayangin Anda sedang memilih baju tenang-tenang, lalu diserang beat festival.

Selain itu, banyak yang lupa bahwa memutar musik di ruang publik tanpa izin adalah pelanggaran hukum. Aturan di Indonesia jelas, lewat PP Nomor 56 Tahun 2021, semua tempat usaha yang pakai lagu untuk kepentingan komersial wajib bayar royalti. Nggak lucu kalau toko yang sudah diatur serapi itu malah kena sanksi cuma karena โ€œlagunya gratisan.โ€

Ironinya, pemilik usaha bisa keluar jutaan buat tanaman palsu dan pencahayaan aesthetic, tapi soal musik cuma mikir โ€œasal ada suara aja.โ€ Padahal yang paling sering didengar pelanggan justru itu. Tak heran budaya pakai headset ada dimana-mana.

Solusi: Musik Khusus dan Legal

Solusinya sederhana tapi jarang dilakukan: kurasi. Musik bukan hal yang bisa asal tempel. Harus disusun dengan konsep, tempo, dan vibe yang nyambung dengan karakter toko.

Dengan sistem hak kepemilikan musik terbatas, bisnis bisa punya musik legal yang memang dibuat untuk atmosfer mereka. Bukan lagu umum yang dipakai semua tempat, tapi identitas suara yang bikin suasana khas.

Toko kosmetik bisa pakai musik dengan sentuhan feminine clean, toko streetwear bisa pakai RnB modern, toko elektronik bisa pakai ambient futuristik. Bukan cuma enak di telinga, tapi selaras dengan citra brand.

Keuntungannya lumayan banyak. Pertama, legal dan aman. Kedua, suasana jadi konsisten dari pagi sampai tutup. Ketiga, pelanggan mulai mengenali karakter toko dari musiknya. Dan keempat, hemat. Jauh lebih murah daripada kehilangan pelanggan atau bayar denda.

Pernahkah Anda bertanya mengapa perusahaan atau brand besar memutar musik yang mungkin tak pernah Anda sebelumnya? “Lagu apa, nih?” Mereka mendesain hingga bisa mengatur consciousness pelanggan.

Musik sebagai Bahasa Branding

Musik adalah branding tanpa kata. Anda mungkin tidak sadar, tapi otakmu menilai tempat lewat suaranya. Toko dengan karakter musik yang jelas terasa lebih hidup dan profesional.

Contohnya, butik di Tokyo yang pakai musik lo-fi minimalis dengan aroma kayu lembut. Orang masuk bukan cuma buat beli, tapi buat ngerasain vibe-nya. Mereka jadi betah, dan angka penjualan naik tanpa promo heboh.

Pusat perbelanjaan besar juga paham trik ini. Di Singapura misalnya, food court dikasih musik upbeat biar orang cepat makan dan berganti pengunjung. Tapi area butik mewah dikasih musik pelan supaya orang nyaman dan nggak merasa buru-buru. Semua diatur dengan sadar, bukan kebetulan.

Dampak Langsung ke Bisnis

Strategi Musik di Toko dan Pusat Perbelanjaan untuk Menarik Pengunjung

Musik bukan cuma bikin suasana, tapi juga ngatur ritme bisnis. Riset menunjukkan toko dengan musik yang cocok bisa meningkatkan penjualan sampai 17 persen dibanding toko yang asal muter lagu.

Musik juga memengaruhi mood karyawan. Saat playlist selaras, suasana kerja tenang, komunikasi lancar, dan pelayanan terasa lebih ramah. Di mall besar, musik bisa jadi alat navigasi. Zona yang ramai dikasih musik menenangkan, zona yang sepi dikasih musik agak enerjik supaya menarik perhatian.

Identitas Suara: Investasi yang Terlupakan

Banyak orang berlomba bikin logo, tagline, dan aroma khas toko. Tapi sedikit yang sadar bahwa identitas suara punya efek lebih kuat. Manusia bisa lupa visual, tapi jarang lupa suara yang bikin mereka merasa nyaman.

Toko dengan karakter musik kuat akan diingat lebih lama. Mereka tidak perlu promo besar-besaran. Orang akan datang lagi karena โ€œrasanya enak di sana.โ€ Dan yang paling menarik, mereka akan cerita ke orang lain tanpa disuruh.

Sebaliknya, toko yang musiknya acak hanya jadi tempat singgah. Sekali datang, lalu hilang dari radar. Tidak meninggalkan kesan, tidak menimbulkan rasa ingin kembali.

Contoh Playlist Musik untuk Toko dan Mall yang Efektif

Playlist seperti ini dirancang bukan sekadar biar terdengar enak, tapi agar pengalaman pelanggan punya alur emosional yang konsisten dari awal sampai akhir. Dan setiap lagu bisa disesuaikan dengan suasana atau brand tempat usaha Anda:

Konklusi

Musik di toko dan pusat perbelanjaan bukan tempelan. Ia fondasi atmosfer yang membentuk persepsi dan perilaku. Tempat yang paham soal ini tidak perlu bicara banyak, karena suasananya sudah bicara sendiri.

Orang datang ke toko bukan hanya untuk beli barang, tapi untuk merasakan sesuatu. Dan rasa itu muncul dari apa yang mereka dengar.

Tempat yang menyepelekan musik akan cepat dilupakan. Tapi tempat yang menjadikannya bagian dari strategi akan bertahan lama, bahkan ketika tren berganti. Karena pada akhirnya, manusia tidak membeli produk. Mereka membeli perasaan. Dan perasaan itu dimulai dari nada pertama yang menyambut mereka di pintu masuk.