Jl. Margonda No.15, Depok, Jawa Barat 16424 - Indonesia

Biaya Lisensi Musik vs Biaya Promosi, Mana yang Lebih Efektif?

October 17, 2025

Kebanyakan bisnis rela keluar jutaan buat promosi, tapi pelit bayar lisensi musik. Ironis, karena musik yang kamu putar setiap hari sebenarnya lebih sering bicara ke pelanggan daripada iklanmu sendiri.
Orang bisa skip iklan, tapi mereka tidak bisa kabur dari atmosfer tempatmu.

Dan di sinilah kebanyakan pemilik usaha jatuh ke perangkap klasik: berani bayar influencer, tapi takut bayar royalti. Setelah kita sudah tahu bagaimana cara memilih musik sesuai dengan menu, kali ini kita bahas dari perspektif baru.

Biaya Lisensi Musik vs Biaya Promosi, Mana yang Lebih Efektif?

Biaya Promosi: Mahal, Cepat, dan Cepat Hilang

Promosi itu seperti kembang api. Terang sesaat, lalu hilang.
Kamu bisa menghabiskan Rp5 juta untuk satu posting berbayar di Instagram yang dilihat 10.000 orang selama 24 jam. Setelah itu, ya sudah.

Menurut data Influencer Marketing Hub (2024), rata-rata engagement post berbayar di Indonesia hanya 1,8 persen. Artinya dari 10.000 orang yang melihat, cuma 180 yang peduli, dan mungkin 10 yang benar-benar datang. Dari 10 itu, belum tentu satu pun balik lagi.

Bandingkan dengan musik di tempatmu. Ia bekerja setiap hari, tanpa henti, tanpa perlu algoritma. Musik membentuk suasana yang menentukan apakah pelanggan akan kembali atau tidak.

Masalahnya, musik tidak punya tombol โ€œboost post,โ€ jadi orang tidak sadar dampaknya besar.

Biaya Lisensi Musik: Murah, Efektif, dan Bertahan Lama

Mari hitung sederhana.
Dengan sistem Hak Kepemilikan Musik Terbatas dari Dimulti Music, kamu bisa muter musik legal dengan biaya mulai dari Rp10.000 per lagu per bulan.
Untuk kafe dengan 30 lagu di playlist harian, totalnya cuma Rp300.000 per bulan.

Sekarang bandingkan dengan biaya promosi digital.
Satu kali ads kecil di Instagram atau TikTok dengan targeting lokal bisa habis Rp500.000 sampai Rp1 juta hanya untuk beberapa ribu impressions.

Dan efeknya? Berakhir dalam satu hari.
Sementara musik legal bekerja setiap detik, menemani pelanggan, membentuk kesan, dan memicu word of mouth tanpa kamu sadar.

Menurut riset Milliman (1986), musik yang tepat bisa meningkatkan durasi kunjungan hingga 30 persen dan omzet hingga 38 persen di restoran dan kafe.
Tidak ada ads yang bisa memberi ROI sebesar itu tanpa repot.

Suara Lebih Kuat dari Kata

Promosi digital berfungsi menarik orang datang pertama kali.
Musik berfungsi membuat mereka datang kembali.
Dan kalau kamu paham bisnis, kamu tahu pelanggan yang kembali lebih berharga daripada seribu orang yang datang sekali.

Sebuah studi dari Harvard Business Review (2020) menyebut bahwa meningkatkan retention rate pelanggan sebesar 5 persen saja bisa meningkatkan profit hingga 25 sampai 95 persen.
Nah, salah satu cara paling murah untuk meningkatkan retention? Ciptakan suasana yang membuat orang betah. Dan itu dimulai dari musik.

Dampak Emosional yang Tidak Bisa Dibeli

Promosi visual punya masa hidup pendek.
Orang scroll, like, lalu lupa.
Tapi musik menyentuh sistem limbik, bagian otak yang menyimpan emosi dan memori.
Kalau tempatmu punya โ€œsuara khas,โ€ pelanggan akan mengingat rasa itu bahkan tanpa sadar.

Kamu bisa bayar influencer sekali, tapi kamu tidak bisa membeli rasa nyaman dengan uang promosi. Itu hanya bisa dibangun lewat pengalaman sensorik yang konsisten.

Musik adalah iklan yang tidak pernah berhenti berbicara, bahkan ketika pelanggan diam.

Efisiensi Jangka Panjang

AspekPromosi DigitalMusik Legal
Durasi Efek1โ€“3 hari24 jam setiap hari
Biaya Rata-rata per BulanRp1โ€“5 jutaRp300 ribuโ€“Rp500 ribu
ROI (Return on Experience)Sulit diukurTerukur lewat durasi kunjungan dan repeat customer
Efek EmosionalSementaraLangsung dan berulang
Risiko HukumTidak adaBisa aman kalau legal
Risiko ImageTidak relevanBesar kalau ketahuan pakai musik ilegal

Jadi, Mana yang Lebih Efektif?

Promosi digital bagus untuk menarik perhatian. Tapi musik legal menjaga reputasi, menciptakan identitas, dan membangun loyalitas pelanggan. Tiga hal yang jauh lebih sulit dicapai lewat iklan.

Promosi adalah megafon. Musik adalah atmosfer.
Yang satu berteriak โ€œlihat aku,โ€ yang lain berbisik โ€œtinggal lebih lama.โ€
Dan dalam jangka panjang, pelanggan selalu memilih tempat yang membuat mereka merasa tenang, bukan yang paling sering muncul di feed mereka.

Jika sudah menentukan, kita bisa langsung mulai pilih lagu di halaman Shop untuk membuktikan efektivitas cara ini.

Konklusi

Kalau kamu punya Rp1 juta untuk dihabiskan bulan ini, jujur saja, lebih baik separuhnya kamu investasikan untuk musik legal daripada semuanya ke iklan.
Karena iklan bisa membuat orang datang sekali, tapi musik bisa membuat mereka ingin kembali.

Musik adalah bentuk promosi yang paling manusiawi, paling konsisten, dan paling jarang disadari orang.
Dan yang paling menyedihkan? Banyak pemilik bisnis masih menganggapnya cuma โ€œpelengkap.โ€